Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor
beberapa penyakit baik pada hewan mau pun manusia. Banyak penyakit pada hewan
dan manusia dalam penularannya mutlak memerlukan peran nyamuk sebagai vektor
dari agen penyakitnya, seperti filariasis dan malaria. Sebagian pesies nyamuk
dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam penularan
penyakit pada binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik
yang hanya menularkan penyakit pada manusia.
Salah satu penyakit yang mempunyai vektor nyamuk adalah Demam Berdarah
Dengue.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah
penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Penyakit demam yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah
dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang
dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha,2008).
Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di
dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih
jarang kontak dengan manusia. Menurut WHO tahun 2006, Indonesia pernah
mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu
95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %).
Penyebaran penyakit DBD di suatu kawasan harus dikontrol sehingga penyakit
tersebut mendapat penanganan yang tepat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengontrol penyebaran penyakit yaitu dengan melakukan pemetaan vektor
penyakit tersebut. Belum ditemukannya obat dan vaksin untuk mengatasi penyakit
DBD mengakibatkan cara pencegahan melalui pemutusan rantai penularan dengan
mengendalikan populasi vektor penyakit menjadi penting (Lestari,2010).
1. Bagaimana
morfologi nyamuk aides aegpti ?
2. Bagaimana
binomik nyamuk aides aegpti ?
3. Apa
faktor faktor yang mempengaruhi
kehidupan aides aegpti ?
4. Bagaimana
pengendalian vektor nyamuk aides aegpyi ?
A. Tujuan
1. Mengetahui
morfologi nyamuk aides aegpyt
2. Mengetahui
binomik nyamuk aedes aegpty
3. Mengetahui
faktor yang mempengaruhi kehidupan aedees aegpyt
4. Mengetahui
cara pengendalian vektor aedes aegpty
A. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut
Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes
aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :
Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto,
2006)
B.
Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti
Perantara utama penyakit DBD adalah nyamuk Ae aegypti.
Nyamuk Ae aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata – rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik –
bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya. Nyamuk Ae aegypti mengalami
metamorfosis sempurna yaitu : Telur - Jentik – Kepompong –Nyamuk.
Siklus
Hidup Nyamuk Ae aegypti 1
Telur Nyamuk Ae aegypti 1 Telur Ae aegypti berwarna
hitam, sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk oval menyerupai torpedo
dengan ukuran ± 0,80 mm. Di bawah mikroskop pada dinding luar telur (exochorion)
telur nyamuk tampak garis – garis yang membentuk gambar seperti sarang lebah.
Di alam bebas telur nyamuk ini di letakkan satu persatu menempel pada dinding
atau tempat perindukan pada tempat yang lembab atau sedikit mengandung air.
8 Di
dalam laboratorium terlihat jelas telur – telur ini diletakkan menempel pada
kertas saring yang tidak terendam air. Telur nyamuk ini dapat menetas dalam
waktu 1 – 2 hari, sedangkan di alam bebas dapat menetas kurang lebih sama atau
dapat lebih lama tergantung pada keadaan
air
di wadah atau perindukan. Nyamuk Ae aegypti betina dapat mengeluarkan
telur 100 – 300 butir
telur.
Nyamuk dewasa dapat bertelur 10 – 100 kali dalam jarak 4 – 5 hari dengan
mengahasilkan telur antara 300 – 700 butir.
Larva
Nyamuk Ae aegypti 1
Setelah kontak dengan air telur akan menetas menjadi
larva yang disebut larva instar 1 dalam waktu ± 2 hari, setelah itu larva ini
akan mengalami 3 kali pergantian kulit berturut – turut menjadi larva II, III
dan larva IV. Stadium jentik biasanya berlangsung 6 – 8 hari. Larva Aedes
aegypti tampak bergerak aktif dan lincah dengan memperlihatkan gerakan naik
turun dalam air yang berulang – ulang. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara
larva menempatkan corong pernafasan (shipon) di atas permukaan air,
larva berada di posisi membentuk sudut dengan permukaan air. Larva nyamuk Ae
aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu – bulu sederhana yang
tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya
mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang terbentuk
berturut – turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I
tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1 – 2 mm, duri – duri (spinae)
pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasan (shipon)
belum menghitam. Larva instar III bertambah besar, ukuran 2,5 – 3,9 mm,
duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar
IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi
bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen).
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri –
duri dan alat – alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak
paling besar dan terdapat bulu – bulu yang simetris. Perut atas tersusun atas 8
ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas yang disebut corong pernafasan.
Corong pernafasan tanpa duri – duri, berwarna hitam dan ada seberkas bulu –
bulu (tuft). Ruang ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu – bulu
sikat (brush) di bagian ventral dan gigi sisir (comb) yang
berjumlah 15 – 19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi – gigi sisir dengan
lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsung dan bergerak
sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu istirahat membentuk sudut
hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
3.
Stadium Pupa (Kepompong)
Pupa Ae aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas
yaitu memiliki tabung atau terompet pernafasan (respiratory terompets) yang
berbentuk segitiga (three angular) jika pupa diganggu oleh gerakan atau
tersentuh maka pupa tersebut akan bergerak cepat menyelam kedalam air selama
beberapa detik muncul kembali ke permukaan dan
akan menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air
wadah atau tempat perindukan. Setelah berumur 1 – 2 hari pupa tumbuh menjadi nyamuk
dewasa jantan atau betina.
Nyamuk
Dewasa Ae aegypti 1
Perkembangan nyamuk Ae aegypti jantan setelah 1
hari siap melakukan kopulasi dengan nyamuk betina. Setelah kopulasi dilakukan nyamuk
betina mencari makan berupa darah manusia atau hewan yang digunakan untuk
pemasakan telur. Nyamuk Ae aegypti dewasa mempunyai ciri – ciri
morfologi yang khas yaitu nyamuk berukuran lebih kecil dari pada nyamuk rumah (Culex
quingoefasiciatus). Ujung abdomen lancip berwarna dasar hitam dengan
baercak bercak putih di seluruh tubuhnya, termasuk kaki dan sayapnya.
Bionomik vektor meliputi
kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit, kesenangan
nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang :
1. Kesenangan tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan nyamuk
biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk
Aedes tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang langsung bersentuhan
dengan tanah. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini
berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasanya disebut
kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah.Survei yang
telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat
perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari –hari seperti
drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan
tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, vasbunga,
perangkap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, potongan bambu, dan lain-lainnya.
Nyamuk Aedes aegypti lebih
tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling
menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat
terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu tempat
di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor)
maupun di luar rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang
paling utama adalah tempat-tempat penampungan air: bak mandi, bak air WC,
tandon
2. Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk Aedes hidup di dalam
dan di sekitar rumah sehingga makanan yang diperoleh semuanya tersedia di situ.
Boleh dikatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina sangat menyukai darah manusia
(antropofilik). Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam
08.00-12.00 dan sore hari jam 15.00-17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan
menghisap darah berpindah-pindah berkali-klali dari satu individu ke individu
yang lain. Hal ini disebabkan karena pada siang harimanusia yang menjadi sumber
makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk
tidak dapat menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah
terjadi.Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang,temperatur,
kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna.Untuk jarak yang lebih jauh, faktor
bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya.
Sedangkan nyamuk Aedes Albopictus betina aktif di luar ruangan yang teduh dan
terhindar dari angin. Nyamuk iniaktif menggigit pada siang hari. Puncak
aktivitas menggigit ini bervariasi tergantung habitat nyamuk meskipun diketahui
pada pagi hari dan petang hari.
3. Kesenangan nyamuk istirahat
Kebiasaan istirahat nyamuk
Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung,
berwarna gelap, dan di tempat-tempat lain yangterlindung. Di tempat-tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan
proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akanmeletakan telurnya di
dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di ataspermukaan air. Pada umumnya
telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam
air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100
butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan bila berada di
tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, danbila di tempat tersebut
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
Penyebaran nyamuk Aedes
Aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan
tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter
dari lokasi kemunculan.Akan tetapi penelitian terbaru di Puerto Rico
menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter
terutama untuk mencari tempat bertelur.Transportasi pasif dapat berlangsung
melalui telur dan larva yang ada di dalam penampung.
Nyamuk Aedes Aegypti dewasa
memiliki rata-rata lama hidup 8 hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan
hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar.Dengan demikian,
diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji survival alami Aedes Aegypti
dalam berbagai kondisi.
Untuk dapat memberantas
nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan tentang pola
perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang
biak, sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik
Nyamuk Aedes Aegypti yang tepat.
Perilaku tersebut meliputi
:
a) Perilaku Mencari Darah
1) Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan
darah untuk bertelur
2) Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap
2 – 3 hari sekali
3) Menghisap darah pada pagi hari sampai sore
hari, dan lebih suka pada jam 08.00 – 12.00 dan jam 15.00 – 17.00
4) Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk
betina sering menggigigt lebih dari satu orang
5) Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
6) Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1
bulan.
Setelah kenyang menghisap
darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 – 3 hari untuk mematangkan
telur. Tempat istirahat yang disukai :
1) Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang,
seperti kamar mandi, dapur, WC
2) Di dalam rumah seperti baju yang digantung,
kelambu, tirai.
3) Di luar rumah seperti pada tanaman hias di
halaman rumah.
c) Perilaku berkembangbiak
Nyamuk aedes aegypti
bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti:
1) Tempat penampungan air untuk keperluan
sehari-hari :bak mandi, WC, tempayan, drum air, bak menara( tower air) yang
tidak tertutup, sumur gali.
2) Wadah yang berisi air bersih atau air hujan:
tempat minum burung, vas bunga, pot bunga, potongan bambu yang dapat menampung
air, kaleng, botol, tempat pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya
yang dapat menampung air meskipun dalam volume kecil.
D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Kehidupan Ae aegypti
1.
Pengaruh lingkungan biologik
Penerapan pengendalian biologis yang ditujukan langsung
terhadap jentik vektor dengue dengan menggunakan predator, contohnya dengan
memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah, ikan gupi, dan ikan
mujair. Kemampuan dan efisiensi dari tindakan pengendalian ini tergantung pada
jenis penampungan airnya. Selain menggunakan ikan pemakan jentik predator lain
yang digunakan yaitu bakteri dan cyclopoids (sejenis ketam laut). 13
2.
Pengaruh lingkungan fisik
Lingkungan
fisik yang mempengaruhi kehidupan Ae aegypti antara
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang
mempengaruhi kehidupan Ae aegypti. Rata – rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25 0C – 27 0C. Nyamuk dapat bertahan hidup hidup pada
suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti apabila
suhu
turun
sampai < 10 0C atau pada suhu > 35 0C.
Kelembaban nisbi antara 75 % - 93 %. Kelembaban udara mempengaruhi
kebiasaan nyamuk meletakkan telurnya. Pada kelembaban udara < 60 % umur
nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor, tidak cukup waktu untuk
perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah.
Cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi nyamuk
beristirahat pada suatu tempat. Intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban
yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk dan
mempengaruhi
aktifitas terbang nyamuk. Nyamuk terbang apabila intensitas cahaya < 50 lux.
Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah
tempat perindukan nyamuk Ae aegypti yang alamiah, contoh : kaleng bekas,
botol bekas, potongan bambu.
Nyamuk tidak bisa hidup pada wilayah dengan ketinggian
1000 meter diatas permukaan air laut.
f
Kepadatan gedung / bangunan
Jarak antar gedung atau bangunan mempengaruhi penyebaran
nyamuk dari satu tempat ke tempat yang lain. Semakin dekat jarak antar gedung
atau bangunan semakin mudah nyamuk menyebar ke tempat yang lain.
3.
Pengaruh lingkungan kimiawi
Bahan
kimiawi telah banyak digunakan untuk pengendalian Ae aegypti sejak
berpuluh-puluh tahun yang lalu. Metode yang digunakan dalam pemakaian
insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi jentik- jentiknya dan
pengasapan untuk nyamuk dewasa. Pemberantasan jentik dengan bahan kimia
kita kenal dengan istilah abatisasi. Larvasida yang digunakan adalah temephos.
Formulasi temephos (abate 1 %) yang digunakan yaitu granula (sand
granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos (kurang
dari 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter
air.
Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan, khususnya
didalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian normal. 15 Pengendalian nyamuk
dewasa dengan insektisida dilakukan dengan sistem pengasapan. Pengasapan
dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu. Hal ini merupakan metode yang
digunakan dalam pemberantasan DBD selama 25 tahun diberbagai negara, tetapi
metode ini di nilai kurang efektif, karena menurut penelitian hanya berpengaruh
kecil terhadap populasi nyamuk Ae aegypti. Ada 2 jenis penyemprotan yang
digunakan yaitu dengan thermal fogs (pengasapan panas) dan cold fogs (pengasapan
dingin). Keduanya dapat disemprotkan dengan mesin tangan maupun dipasang pada
kendaraan.
4.
Pengaruh lingkungan sosial
Pendekatan
pemberantasan terpadu adalah suatu strategi pemberantasan vektor penyakit yang
dilakukan dengan menggunakan metode yaitu dengan pengendalian biologi,
pengendalian kimiawi,
perlindungan
diri, pengelolaan lingkungan dan penyuluhan secara terpadu. Pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) merupakan upaya pemberantasan vektor dengue yaitu Ae
aegypti secara biologi dengan memlihara ikan pemakan jentik, secara kimiawi
larvasida dan secara fisik dikenal dengan
kegiatan
3M (menuras, menutup dan mengubur). Pengurasan tempat penampungan air (TPA)
perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk
tidak berkembang biak di tempat tersebut. Apabila PSN dilakukan oleh seluruh
masyarakat maka di harapkan nyamuk Ae aegypti dapat dibasmi. Untuk itu
perlu di upayakan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara terus
menerus dalam jangka waktu yang lama, karena keberadaan Ae aegypti berkaitan
erat dengan perilaku masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
Nyamuk Aedes merupakan ordo Diptera mempunyai 1162
spesies. Aedes aegypti dan Ae. Albopictus merupakan vektor Demam Berdarah
Dengue. Ae. aegypti selain vektor demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah
(Break Bone Fever). Ciri khas yang membedakan Aedes aegypti dan Ae. Albopictus
adalah strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti
berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang
diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus
yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian
dorsalnya. Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola). Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan
dewasa. Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk,
kesenangan nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak
terbang.
DAFTAR PUSTAKA
Neutron Panca (2012). Makalah Nyamuk Aedes sp. From http://pancarahmat.blogspot.com, 14 Juni
2015
Digilib.unimus.ac.id, diakses 7 Juni 2015
Repository.usu.ac.id , diakses 14 Juni 2015